Wednesday, March 16, 2011

kalam Ibnu Athoillah


Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

seorang sahabat menunjukkan kpd sy kata2 Imam Ibnu Athoillah dalam sebuah novel bertajuk Ketika Cinta Bertasbih.saya tertarik dgn kata2 beliau dalam novel tersebut dan menyalinnya untuk tatapan semua.semoga bermanfaat!

" tidak ada yang dapat mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati,atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana!"

~rasa cinta kepada Allah yang sangat luar biasa yang menggetarkan hatimu.sehingga ketika yang ada di hatimu adalah Allah, yang lain dengan sendirinya menjadi kecil dan terusir.

~rasa rindu kepada Allah yang amat dahsyat sampai hatimu merasa merana.Jika kau merasa merana kerana rindu kepada Allah,kau tidak mungkin merana kerana rindu kepada yang lain. Jika kau sudah sibuk memikirkan Allah, kau tidak akan sibuk memikirkan yang lain.

kerana hatimu miskin cinta & rindu kepada Allah,jadi kau dijajah oleh cinta & rindu kepada yang lain.



Mencintai makhluk itu sangat berpeluang menemui kehilangan..Kebersamaan dengan makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan.Hanya cinta kepada Allah yang tidak mengalami perpisahan.Jika kau mencintai seseorang ada 2 kemungkinan: diterima atau ditolak. Jika ditolak, pasti sakit rasanya.Namun, jika kau mencintai Allah, engkau tidak akan pernah merasa kehilangan.Tidak akan ada yang merebut Allah yang kau cintai itu dari hatimu.Tidak akan ada yang merampas Allah.Jika kau bermesraan dengan Allah, hidup bersama Allah, kau tidak akan pernah berpisah denganNya..Allah akan setia mencintaimu.Allah tidak akan berpisah darimu..kecuali kamu sendiri yang berpisah dariNya. Cinta yang paling membahagiakan & menyembuhkan adalah cinta kepada Allah Azza Wajalla..

~Jika engkau ingin tahu kedudukanmu di sisi Allah,

maka lihatlah dulu kedudukan Allah di dalam hatimu~


wallahu'alam

Monday, March 7, 2011

Sayyidina Khabab b Al-Arats RA

بسم الله الرحمن الرحيم

Mari bersama kita telusuri kisah para sahabat Nabi Muhammad SAW unt dijadikan teladan.Betapa hebat ujian yang diberikan kepada generasi sahabat Nabi SAW demi mempertahankan iman.Andai kita diuji begini, mampukah untuk kita buktikan keteguhan iman?semoga kita bisa memiliki hati yang teguh dalam mempertahankan iman kepada Allah SWT terutama dalam zaman yang kian mencabar ini.

Sayyidina Khabab adalah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang rela mati untuk memperjuangkan keislamannya. Tubuhnya penuh dengan keberkahan karena telah mengalami berbagai ujian dan cobaan. Sayyidina Khabab adalah hamba sahaya milik seorang perempuan. Beliau orang kelima atau keenam yang memeluk islam ketika islam mulai berkembang.

Saat tuannya mengetahui ia sering mengunjungi Nabi saw, kepalanya diselar dengan besi panas yang merah menyala. Beliau pernah dipaksa mengenakan baju besi. Lalu, dibaringkan di atas pasir yang panas sehinggakulitnya mengelupas akibat terkena sinar matahari yang terik. Subhanallah, penderitaan yang dialami Khabab bukanlah hal yang ringan.

Ketika sayyidina Umar ra menjadi khalifah, beliau pernah bertanya kepada Khabab mengenai penderitaannya pada awal memeluk islam. Sebagai jawabannya, beliau memperlihatkan bekas-bekas luka di belakang badannya. Sayyidina Umar ra berkata, “Saya belum pernah melihat bagian belakang badan yang sedemikian rupa.” Bukan hanya itu, Khabab mengatakan bahwa dia pernah diseret di atas timbunan bara api sehingga lemak dan darah yang mengalir dari badannya memadamkan api tersebut.

Ketika islam telah menyebar di segala penjuru, beliau sering duduk manis sambil berkata, “Tampaknya Allah sedang memberi ganjaran atas segala penderitaan yang telah kami alami. Mungkin di akhirat nanti, tidak ada ganjaran yang akan kami terima.” Subhanallah… (aku tak bisa berkata-kata lagi kawan)

Beliau pernah bercerita,

“Suatu hari, Rasul saw menjadi imam dalam shalat kami. Beliau mengerjakan shalat dengan begitu panjang. Setelah kami bertanya tentang rakaat yang panjang itu, rasul menjawab,’ini adalah shalat yang penuh harapan dan ketakutan.

Saya telah megajukan tiga permohonan kepada Allah. Dua diantaranya dikabulkan, sedangkan satu permohonan sya tidak dikabulkan. Saya berdoa, ‘Ya Allah, janganlah umatku mati dalam keadaan lapar.’ Permohonan ini dikabulkan. ‘Ya allah, janganlah umatku dibinasakan oleh musuh’. Yang ini pun dikabulkannya. ‘Ya allah, janganlah terjadi perpecahan dan perselisihan diantara umatku’. Akan tetapi, permohonan saya yang terakhir ini tidak dikabulkan-Nya.”

Sayyidina khabab meninggal dunia pada usia 37 tahun. Beliau adalah sahabat yang pertama kali dikebumikan si Kufah. Pada suatu hari, sayyidina Ali ra melewati makamnya. Beliau berdoa, “Ya Allah, rahnatilah Khabab. Dengan semangatnya, dia telah memeluk islam. Dengan ikhlas, dia telah menghabiskan waktunya untuk berhijrah, berjihad dan mengelami segala penderitaan.”

Subhanallah kawan, apa yang telah kita lakukan untuk islam??

(Sumber: buku “Ketika Hati Berbisik Kenapa Aku Diuji”)

diambil dari:http://misskecil.wordpress.com/2010/05/13/pedihnya-kisah-sayyidina-khabab/

semoga Allah memberikan kita keteguhan iman seperti mana para Nabi dan Sahabat dalam mempertahankan keimanan kpd Allah SWT, walau dari sudut dan inci mana sekalipun kita diuji.ameen.

يا مقلب القلوب.. ثبت قلوبنا على دينك وعلى طاعتك وعلى طريق دعوتك


wallahu'alam..

Wednesday, March 2, 2011

Sa'ad bin Abi Waqqas

Malam telah larut, ketika seorang pemuda bernama Sa’ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan, kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran, keadaan sekelilingnya gelap-gulita. Dalam keadaan yang demikian dahsyat itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit yang terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang gelap-gulita menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu menyinari seluruh rumah penjuru bumi. Bersaman dengan sinar yang cemerlang itu, Sa’ad bin Abi Waqqash melihat tiga orang lelaki, yang setelah diamati tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar bin Abi Quhafah dan Zaid bin Haritsh. Sejak ia bermimpi yang demikian itu, mata Sa'ad bin Abi Waqqash tidak mau terpejam lagi. Kini Sa’ad bin Abi Waqqash duduk merenung untuk memikirkan arti mimpi yang baginya sangat aneh. Sampai sinar matahari mulai meninggi, rahasia mimpi yang aneh tersebut masih belum terjawab. Hatinya kini bertanya-tanya, berita apakah gerangan yang hendak saya peroleh.

Seperti biasa, di waktu pagi, Sa’ad dan ibunya selalu makan bersama-sama. Dalam menghadapi hidangan pagi ini, Sa’ad lebih banyak berdiam diri. Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Namun, mimpi semalam dirahasiakannya, tidak diceritakan kepada ibu yang sangat dicintai dan dihormatinya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cinta Sa’ad hanya untuk ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil hingga dewasa dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan. Pekerjan Sa’ad adalah membuat tombak dan lembing yang diruncingkan untuk dijual kepada pemuda-pemuda Makkah yang senang berburu, meskipun ibunya terkadang melarangnya melakukan usaha ini. Ibu Sa’ad yang bernama Hamnah binti Suyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala.

Pada suatu hari tabir mimpi Sa'ad mulai terbuka, ketika Abu Bakar mendatangi Sa'ad di tempat pekerjaannya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad Saw, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad bertanya, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad Saw, dijawab oleh Abu Bakar : dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsh. Muhammad Saw, mengajak manusia menyembah Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi. Seruan ini telah mengetuk pintu hati Sa’ad untuk menemui Rasul Allah Saw, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalbu Sa'ad telah disinari cahaya iman, meskipun usianya waktu itu baru menginjak tujuh belas tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar r.a. dan Zaid bin Haritsh. Cahaya agama Allah yang memancar ke dalam kalbu Sa’ad, sudah demikian kuat, meskipun ia mengalami ujian yang tidak ringan dalam memeluk agama Allah ini. Diantara ujian yang dirasa paling berat adalah, karena ibunya yang paling dikasihi dan disayanginya itu tidak rela ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam. Sejak memeluk Islam, Sa'ad telah melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi di kamarnya. Sampai pada suatu saat, ketika ia sedang bersujud kepada Allah, secara tidak sengaja, ibu yang belum mendapat hidayah dari Allah ini melihatnya. Dengan nada sedikit marah, Hamnah bertanya : "Sa'ad, apakah yang sedang kau lakukan ?" Rupanya Sa’ad sedang berdialog dengan Tuhannya; ia tampak tenang dan khusyu' sekali. Setelah selesai menunaikan Shalat, ia berbalik menghadap ibunya seraya berkata lembut. "Ibuku sayang, anakmu tadi bersujud kepada Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Mendengar jawaban anaknya, sang ibu mulai naik darah dan berkata : "Rupanya engkau telah meninggalkan agama nenek moyang kita, Tuhan Lata, Manata dan Uzza. Ibu tidak rela wahai anakku. Tinggalkanlah agama itu dan kembalilah kepada agama nenek moyang kita yang telah sekian lama kita anut". "Wahai ibu, aku tidak dapat lagi menyekutukan Allah, Dia-lah Dzat Yang Tunggal, tiada yang setara dengan Dia, dan Muhammad adalah utusan Allah untuk seluruh umat manusia," jawab Sa'ad.

Kemarahan ibunya semakin menjadi-jadi, karena Sa’ad tetap bersikkap keras dengan keyakinannya yang baru ini. Oleh karena itu, Hamnah berjanji tak akan makan dan minum sampai Sa’ad kembali taat memeluk agamanya semula. Sehari telah berlalu, ibu ini tetap tidak mau makan dan minum. Hati Sa’ad merintih melihat ibunya, tetapi keyakinanya terlalu mahal untuk dikorbankan. Sa'ad datang membujuk ibunya dengan mengajaknya makan dan minum bersama, tapi ibunya menolak dengan harapan agar Sa’ad kembali kepada agama nenek moyangnya. Kini Sa’ad makan sendirian tanpa ditemani ibunya. Hari keduapun telah berlalu, ibunya tampak letih, wajahnya pucat-pasi dan matanya cekung, ia kelihatan lemah sekali. Tidak ada sedikitpun makanan dan minuman yang dijamahnya. Sa’ad sebagai seorang anak yang mencintai ibunya bertambah sedih dan terharu sekali melihat keadaan Hamnah yang demikian. Malam berikutnya, Sa’ad kembali membujuk ibunya,agar mau makan dan minum. Namun ibunya adalah seorang wanita yang berpendirian keras, ia tetap menolak ajakan Sa’ad untuk makan, bahkan ia kembali merayu Sa’ad agar menuruti perintahnya semula. Tetapi Sa’ad tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan keimanannya kepada Allah dengan sesuatupun, sekalipun dengan nyawa ibu yang dicintainya. Imannya telah membara, cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya telah sedemikian dalam. Di depan matanya ia menyaksikan keadaan ibunya yang meluluhkan hatinya, namun dari lidahnya keluar kata-kata pasti yang membingungkan lbunya; Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda sayang, seandainya ibunda memiliki seratus nyawa lalu ia keluar satu persatu, tidaklah nanda akan meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apa pun juga. Maka sekarang, terserah kepada ibunda, apakah ibunda akan makan atau tidak". Kata kepastian yang diucapkan anaknya dengan tegas membuat ibu Sa’ad bin Abi Waqqash tertegun sesaat. Akhirnya ia mulai mengerti dan sadar, bahwa anaknya telah memegang teguh keyakinannya. Untuk menghormati ibunya, Sa’ad kembali mengajaknya untuk makan dengannya, karena ibu ini telah merasakan kelaparan yang amat sangat dan ia telah memaklumi pula bahwa anak yang dicintainya tidak akan mundur setapakpun dari agama yang dianutnya, maka ibu Sa’ad mundur dari pendiriannya dan memenuhi ajakan anaknya untuk makan bersama. Alangkah gembiranya hati Sa’ad bin Abi Waqqash. Ujian iman ternyata dapat diatasinya dengan ketabahan dan memohon pertolongan Allah.

Keesokan paginya, Sa’ad pergi menuju ke rumah Nabi Saw. Sewaktu ia berada di tengah majlis Nabi Saw, turunlah firman Allah yang menyokong pendirian Sa’ad bin Abi Wadqash: “Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu; hanya kepada-Ku-lah tempat kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu turuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah tempat kembalimu. Maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (Q.S. Luqman: 14-15)

Demikianlah, keimanan Sa’ad bin Abi Waqqash kepada Allah dan Rasul-Nya telah mendapat keridhaan Ilahi. Al-Qur’an telah mengabadikan peristiwa itu menjadi pedoman buat kaum Muslimin. Terkadang Sa’ad mencucurkan air matanya apabila ia sedang berada di dekat Nabi Saw. Ia adalah seorang sahabat Rasul Allah Saw, yang diterima amal ibadahnya dan diberi nikmat dengan doa Rasul Allah Saw, agar doanya kepada Allah dikabulkan. Apabila Sa'ad bermohon diberi kemenangan oleh Allah pastilah Allah akan mengabulkan doanya.

Pada suatu hari, ketika Rasul Allah Saw, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasul kembali menatap kepada sahabatnya dengan berkata : "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki dari penduduk surga". Mendengar ucapan Rasul Allah Saw, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash. Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal orang tentang kesatriaannya.

1)Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah.

2) Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasul Saw dengan jaminan kedua orang tua Nabi Saw. Bersabda Nabi Saw, dalam perang Uhud :”Panahlah hai Sa’ad ! Ayah-Ibuku menjadi jaminan bagimu”.

Sa’ad bin Abi Waqqash, hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran. Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Panglima Sa’ad bin Abi Waqqash ialah ketika ia memasuki usia delapan puluh tahun. Dalam keadaan sakit Sa’ad bin Abi Waqqash berpesan kepada para sahabatnya, agar ia dikafani dengan Jubah yang digunakannya dalam perang Badr, sebagai perang kemenangan pertama untuk kaum muslimin. Pahlawan perkasa ini telah menghembuskan nafas yang terakhir dengan meningalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para Syuhada. (BQ)


sumber: naqshbandiyun.blogspot.com/.../kisah-sahabat-nabi-saad-bin-abi-waqqash.html